Seberapa Penting Jaminan / Asuransi Proyek Untuk Pembangunan Indonesia

Seberapa Penting Jaminan / Asuransi Proyek Untuk Pembangunan Indonesia

Saat ini sedang terjadi polemik antara perusahaan asuransi umum dengan perusahaan asuransi penjaminan sehubungan dengan akan diberlakukannnya undang-undang No. 1 tahun 2016 tentang penjaminan mulai tanggal 1 Januari 2019. Undang-undang ini ada yang mengartikan bahwa yang berhak menjalankan binis penjaminan adalah perusahaan penjaminan.

Pada tanggal 26 Juli 2018 lalu telah diadakan diskusi mengenai asuransi/penjaminan yang diselenggarakan oleh majalah Infobank bersamaan dengan pemberian penghargaan Infobank kepada pelaku industri terbaik hasil usaha tahun 2017.

Diskusinya sangat menarik karena melibatkan para pelaku industri asuransi, pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pengguna jasa, para pakar asuransi dan media. 

Meskipun undang-undang baru akan diberlalukan, ketua umum AAUI dalam sambutannya mengatakan bahwa industri asuransi akan terus melanjutkan usaha penjaminan karena sudah mempunyai pengalaman, permodalan, kapasitas,  system dan sumber daya yang terlatih. Mempunyai dasar-dasar hukum yang kuat yang memMelingi dan tidak bertentangan dengan undang-undang yang baru.

Demikian juga dengan sambutan dari pejabat OJK yang menyatakan bahwa penyelenggaraan bisnis penjaminan dilanjukkan saja seperti biasa karena OJK juga belum punya petunjuk pelaksaannya. Selain itu OJK belum punya prioritas untuk mengurus perizinan untuk perusahaan penjaminan saat ini. 

Bagi pengusaha yang ingin membuka perusahaan penjaminan juga keberatan karena akan diperlukan modal, sumber daya dan system. Semua itu memerlukan waktu dan dana besar dan tidak akan bisa terpenuhi dalam waktu 6 bulan ke depan.

Salah satu peserta diskusi juga berpendapat bahwa perbedaan di dalam penafsiran undang-undang sering terjadi di industri lain. Salah satu penyebabnya adalah perubahan dan kemajuan teknologi yang begitu dinamis. Salah satu contohnya di bidang telekomunikasi dan perbankan. Di dalam undang-undang, yang berhak mengelola dana masyarakat adalah bank sementara sekarang sesuai dengan tuntutan teknologi perusahaan telekomunikasi juga melakukan pengumpulan dana dalam bentuk pulsa dan bentuk lainya yang dapat digunakan sebagai pembayaran. Demi untuk kepentingan masyarakat, saat ini kedua-duanya bisa berjalan bersamaan. 

Solusi yang terbaik adalah dengan membiarkan perusahaan asuransi melanjutkan proses penjaminan seperti biasa. Memulai penjaminan yang diseselenggarakan oleh perusahaan penjaminan. Industri asuransi sudah jauh lebih siap sementara industri penjaminan baru mulai. 

Ada yang menafsirkan bahwa di dalam undang-undang yang baru, penekanannya lebih banyak kepada pemberian jaminan kepada pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Sementara industri asuransi lebih banyak memberikan jaminan kepada industri konstruksi dan perdagangan. Jaminan tender, jaminan pelaksanaan, jaminan uang muka, custom bond, dan lain-lain. 

Jika perusahaan asuransi dihentikan dan hanya perusahaan penjaminan saja  yang boleh melakukan transksi penjaminan, yang akan dirugikan adalah masyarakat. Mereka sudah nyaman dan menikmati manfaat produk jaminan/asuransi ini. Sementara perusahaan penjaminan yang baru belum siap menampung seluruh permintaan masyarakat. Jumlah perusahaannya masih sedikit, jumlahnya masih bisa dihitung sebelah jari, tenaga kerjanya terbatas, system kerja belum teruji walau mungkin kapasitas permodalan besar. Tapi apakah mereka sudah siap untuk menampung seluruh transaksi dari puluhan perusahaan asuransi yang ada? Jika tidak, kontraktor akan dirugikan. Akibatnya bisa menghambat kelancaran proyek pembangunan nasional.

Sebagai pialang asuransi yang setiap hari berkutat dengan bisnis asuransi penjaminan, kami tahu persis betapa pengusaha sangat membutuhkan jaminan/asuransi ini. Jaminan asuransi sangat membantu meringankan beban mereka untuk memenuhi persyaratan kontrak. 

Persyaratan jaminan muncul disetiap kontrak khususnya di bidang konstruksi dan pengadaaan. Mulai dari jaminan tender, jaminan pelaksanaan, jaminan uang muka, jaminan pembayaran, jaminan LC, SKBDN dan lain-lain. 

Jaminan itu diminta karena pemberi kerja ingin mendapatkan kepastian bahwa penerima kerja atau penyedia barang “pasti” bisa melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan isi kontrak. Untuk mengikat, pemberi kerja (principle) meminta jaminan berupa bank garansi atau surety bond yang dapat dicairkan setelah kontraktor gagal melaksanakan kewajiban pada tanggal jatuh tempo.

Setiap kontraktor dan supplier mempunyai iktikad baik bahwa mereka akan melaksanakan seluruh tugas dan kewajibannya. Tapi iktikad baik saja ternyata tidak cukup. Pemberi kerja ingin memberikan beban tambahan kepada kontraktor dan supplier dengan meminta jaminan. Sebelum tender mereka harus mengeluarkan jaminan tender. Setelah menang mereka diminta menyediakan jaminan pelaksanaan. Setelah mulai bekerja sebelum mendapatkanka uang muka mereka harus menyediakan jaminan uang muka dan lain sebagainya. Jika ditotal semua jaminan itu, jumlahnya cukup besar dan sangat membebani kontraktor/supplier. 

Jaminan tender biasanya 5% dari nilai yang ditawarkan. Jaminan pelaksanaan sekitar 10% dari total proyek. Jaminan uang muka sekitar 10% dari jumlah uang muka yang akan diterima. Jika sebuah proyek nilainya Rp. 100 milyar, jaminan uang tender Rp. 500 juta. Jika menang ia akan mengeluarkan jaminan pelaksanaan 10% atau Rp. 1 milyar. Jika mereka sudah mulai bekerja dan dapat uang muka Rp. 25 m maka mereka akan mengeluarkan Rp. 250 juta. Total jaminan yang harus dikeluarkan oleh perusahaan hanya untuk seluruh jaminan yang diminta lebih kurang Rp. 1,750 m. 

Proyek belum mulai, tapi pengusaha sudah harus mengeluarkan dana di depan sebesar itu. Betul, dana itu berupa jaminan, bukan untuk diserahkan kepada pemberi kerja. Jaminan itu biasanya berupa Bank Garansi yang diterbitkan oleh bank. Tapi, bank hanya akan menerbitkan jaminan jika pengusaha mempunyai dana sebanyak itu di rekening atau mempunyai asset yang dipegang oleh bank atau disebut sebagai collateral. 

Untuk menghilangkan keragu-raguan pemberi kerja, kontraktor terpaksa menyediakan dana besar. Alangkah bagusnya jika dana sebesar itu digunakan untuk operasional perusahaan. Perusahaan akan lebih leluasa beroperasi. Cashflow lancar.  Dana itu akan bisa berputar (turnover) berkali-kali. Tapi, apa boleh buat, dana itu terpaksa tidur di rekening dan hanya bisa mengharapkan hasil dari deposito saja. 

Perusahaan asuransi menawarkan solusi dengan produk jaminan/surety bond. Menerbitkan semua jaminan  yang disyaratkan di dalam kontrak dengan biaya yang minimal kepada kontraktor. Mereka menawarkan “dana” mereka sebagai jaminan untuk kontraktor!

Kontraktor hanya cukup membayar premi dan biaya provisi bank ditambah sedikit collateral. Jaminan bank garansi/surety bond sudah bisa terbit. Kewajiban kepada principal/pemberi kerja terpenuhi. Cash flow perusahaan lancar. 

Untuk melihat seberapa besar manfaat yang telah diberikan kepada industri konstruksi dan masyarkat oleh industri asuransi, dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Pada tahun 2011 jumlah premi asuransi jaminan sebesar Rp. 750 milyar. Jika tarif premi rata-rata adalah 5% /tahun dari nilai jaminan maka total nilai jaminan yang diberikan oleh perusahaan asuransi adalah Rp. 35,5 triliun rupiah. Dengan total nilai proyek Rp. 355 triliun. 

Jumlah penerimaan premi tertinggi terjadi pada tahun 2014 sebesar Rp. 2 triliun. Jumlah jaminan yang diback up oleh industri asuransi sebesar Rp. 100 trilun dengan total nilai proyek Rp. 1,000 triliun.

Kontribusi asuransi/jaminan untuk memberikan keringan kepada pengusaha sangat signifikan. Tahun 2011 sebesar Rp. 35,5 triliun dan tahun 2011 sebesar Rp. 100 triliun. Bayangkan jika dana sebanyak itu tidur di rekening bank, tidak bisa diputar, akibatnya industri konstruksi tidak bisa leluasa bergerak.

Sejalan dengan program kerja pemerintah dimasa datang, dapat dipastikan  bahwa akan semakin banyak proyek yang akan dibangun baik oleh pemerintah maupun swasta. Semakin banyak pula  pengadaan barang yang diperlukan. Permintaan akan jasa produk asuransi/jaminan akan semakin meningkat. Diperlukan  perusahaan asuransi dan perusahaan penjamin yang mampu menyediakan layanannya. 

Khusus untuk proyek besar terutama dengan nilai Rp. 10 milyar keatas, untuk mengurus jaminan / asuransi proyek sebaiknya menggunakan jasa broker asuransi yang perpengalaman karena persyaratan dan prosesnya lebih rumit. Broker yang akan membantu mengurus kepada perusahaan asuransi dan bank. Mereka piawai dalam memahami data-data dan karakter perusahaan sehingga lebih mudah diterima oleh pihak asuransi dan bank. Paham berbagai format kontrak dan wording jaminan. 

Salah satu perusahaan broker yang paling banyak digunakan oleh para kontraktor dan supplier adalah L&G Broker Asuransi silahkanubungi 0811-85070773 dengan Meli.