MEMAHAMI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA SEKTOR KEUANGAN

MEMAHAMI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA SEKTOR KEUANGAN

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK) adalah lembaga yang dibentuk oleh industri jasa keuangan yang dikomandoi oleh asosiasi sektor jasa keuangan dan Organisasi Otoritas Jasa Keuangan/Self-Regulatory Organization (OJK/SRO), seperti Bursa Efek Indonesia (BEI), Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), sebagai lembaga penyelesaian sengketa di sektor keuangan. Bagaimana implementasinya?

Mulai beroperasi pada 1 Januari 2021, pembentukan LAPS SJK didorong oleh OJK dengan tujuan untuk mengoptimalkan perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan, terutama dalam efisiensi dan efektivitas penyelesaian sengketa (standarisasi mekanisme dan biaya).

Kelahiran LAPS SJK didasarkan pada bertambahnya variasi produk dan layanan jasa keuangan, serta peningkatan digitalisasi produk dan jasa keuangan. Hal ini membuat sulit untuk memisahkan secara tegas apakah produk tersebut sepenuhnya berasal dari sektor tertentu, seperti perbankan atau asuransi.

Sebelumnya, telah ada LAPS di masing-masing sektor jasa keuangan. Namun, karena dirasakan bahwa adanya banyak asosiasi dan SRO tidak efektif, OJK mendorong pembentukan satu LAPS terintegrasi di sektor jasa keuangan. LAPS ini diharapkan dapat menangani seluruh sengketa di sektor jasa keuangan, mencakup perbankan, pasar modal, asuransi, pembiayaan, fintech, penjaminan, hingga dana pensiun.

LAPS SJK bukan bagian dari OJK, melainkan lembaga yang independen sesuai amanah Pasal 2 huruf a Peraturan OJK Nomor 61/POJK.07/2020 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan. LAPS SJK Keuangan dibentuk dengan tujuan agar layanan penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan dapat diselenggarakan secara independen, adil, efektif, efisien, dan mudah diakses.

Untuk memastikan LAPS SJK menjalankan fungsi dan tugasnya, OJK mengawasi langsung seluruh kegiatan penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh LAPS SJK. Sesuai dengan Peraturan OJK Nomor 61 Tahun 2020 tentang LAPS SJK, lembaga ini hanya dapat memproses sengketa yang telah melalui proses Penyelesaian Sengketa Internal (Internal Dispute Resolution/IDR), bukan yang sedang dalam proses atau pernah diputus oleh lembaga peradilan, arbitrase, atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa lain; serta bersifat keperdataan, bukan pidana.

Terkait dengan proses IDR, kini konsumen dapat menyampaikan pengaduannya melalui Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK) yang dapat diakses di sini atau melalui telepon ke nomor 157.

Penyelesaian sengketa sektor keuangan diatur dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Sektor Keuangan (P2SK) pada Bab XVIII tentang Literasi Keuangan, Inklusi Keuangan, dan Perlindungan Konsumen, yaitu dari Pasal 225 hingga Pasal 235, serta Pasal 245 hingga Pasal 247.

Ruang lingkup pengaturan Perlindungan Konsumen di sektor keuangan melibatkan wewenang pengaturan dan pengawasan terkait Perlindungan Konsumen, hak dan kewajiban Konsumen, serta hak, kewajiban, dan larangan bagi Pelaku Usaha Sektor Keuangan. Juga termasuk ketentuan Perjanjian Baku, perlindungan data Konsumen, dan Literasi Keuangan. OJK tidak hanya memiliki wewenang dalam melakukan pembinaan dan pengawasan, tetapi juga dalam penanganan pengaduan, penyelesaian sengketa sektor keuangan, LAPS-SK, sanksi administratif, dan ketentuan pidana (Pasal 232).

Hak Konsumen yang dimaksud mencakup mendapatkan keamanan dalam menggunakan produk dan/atau memanfaatkan layanan; memilih produk dan/atau layanan; mendapatkan produk dan/atau layanan sesuai dengan penawaran yang dijanjikan; serta mendapatkan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang jelas, akurat, benar, mudah diakses, dan tidak berpotensi menyesatkan. Konsumen berhak menyampaikan pendapat dan pengaduannya terkait produk yang digunakan dan/atau layanan yang dimanfaatkan.

Hak konsumen lainnya mencakup advokasi, perlindungan, upaya penyelesaian sengketa konsumen; mendapatkan edukasi keuangan; diperlakukan atau dilayani secara benar; mendapatkan ganti rugi apabila produk dan/atau layanan yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian; membentuk asosiasi konsumen; dan hak lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 235 ayat 1).

Di sisi lain, terdapat sejumlah kewajiban Konsumen, meliputi mendengarkan penjelasan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang disampaikan dengan metode pemasaran tertentu oleh Pelaku Usaha Sektor Keuangan sebelum membeli produk dan/atau layanan Pelaku Usaha Sektor Keuangan; membaca, memahami, dan melaksanakan dengan benar perjanjian dan/atau dokumen penggunaan produk dan/atau layanan.

Konsumen juga mesti beriktikad baik dalam penggunaan produk dan/atau layanan; memberikan informasi dan/atau dokumen yang jelas, akurat, benar, dan tidak menyesatkan; membayar sesuai dengan nilai/harga dan/atau biaya produk dan/atau layanan yang disepakati dengan Pelaku Usaha Sektor Keuangan. Ia juga mesti mengikuti upaya penyelesaian sengketa Perlindungan Konsumen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 235 ayat 3).

Sebaliknya, di sisi Pelaku Usaha Sektor Keuangan, wajib memiliki dan melaksanakan mekanisme penanganan pengaduan yang disampaikan oleh Konsumen. Jika tidak terdapat kesepakatan terhadap hasil penanganan pengaduan yang dilakukan oleh Pelaku Usaha Sektor Keuangan, Konsumen dapat menyampaikan pengaduan kepada otoritas sektor keuangan untuk penanganan pengaduan sesuai dengan kewenangan masing-masing; atau mengajukan sengketa kepada lembaga penyelesaian sengketa yang mendapat persetujuan dari otoritas sektor keuangan atau kepada pengadilan.

Dalam melakukan kegiatan Perlindungan Konsumen, otoritas sektor keuangan melakukan penanganan pengaduan sesuai dengan kewenangan masing-masing. Dalam hal terdapat gugatan ganti rugi berdasarkan perbuatan melawan hukum, pembuktian ada tidaknya unsur kesalahan merupakan tanggung jawab Pelaku Usaha Sektor Keuangan. Otoritas sektor keuangan dapat mewajibkan Pelaku Usaha Sektor Keuangan untuk menjadi anggota badan atau lembaga penyelesaian sengketa (Pasal 245).

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Keuangan (LAPS-SK) wajib mendapat persetujuan dari otoritas sektor keuangan sesuai dengan kewenangan masing-masing (Pasal 246).

Hak dan Kewajiban

Selain hak dan kewajiban konsumen dalam skema perlindungan konsumen, UU P2SK juga mengatur hak, kewajiban, dan larangan pelaku usaha sektor keuangan dalam kerangka perlindungan konsumen yang harus dipatuhi.

 

Hak pelaku usaha sektor keuangan meliputi: menerima pembayaran sesuai dengan nilai/harga dan/atau biaya produk dan/atau layanan yang disepakati dengan Konsumen; memastikan adanya itikad baik Konsumen; mendapatkan informasi dan/atau dokumen yang jelas, akurat, benar, dan tidak menyesatkan mengenai Konsumen.

Pelaku usaha berhak mendapat perlindungan hukum dari tindakan Konsumen yang beriktikad tidak baik; melakukan pembelaan diri dalam penyelesaian sengketa konsumen, mendapatkan rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian Konsumen tidak diakibatkan oleh produk dan/atau layanan yang diberikan (Pasal 236 ayat 2).

Di sisi lain, pelaku usaha sektor keuangan memiliki kewajiban yang meliputi beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usaha dan/atau memberikan produk dan/atau layanan; melakukan perancangan produk dan/atau layanan yang sesuai dengan target Konsumen; serta memberikan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang jelas, akurat, jujur, mudah diakses, dan tidak berpotensi menyesatkan.

Pelaku usaha juga berkewajiban memberikan pemahaman kepada Konsumen mengenai biaya, manfaat, risiko, serta hak dan kewajiban Konsumen; menyediakan layanan pengaduan Konsumen serta memberi tanggapan dan/atau menindaklanjuti pengaduan Konsumen. Selain itu, memperlakukan atau melayani Konsumen secara benar, memperlakukan atau melayani Konsumen secara tidak diskriminatif; menjamin produk dan/atau layanan yang diberikan; menjaga keamanan simpanan, dana, atau aset Konsumen yang berada dalam tanggung jawab pelaku usaha sektor keuangan.

Pada setiap informasi produk dan/atau layanan, pelaku usaha berkewajiban menggunakan istilah, frasa, dan/atau kalimat Bahasa Indonesia yang mudah dimengerti oleh Konsumen. Ia juga berkewajiban memperhatikan kesesuaian antara kebutuhan dan kemampuan Konsumen dengan produk dan/atau layanan yang ditawarkannya.

Pun, bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan kesalahan, kelalaian, dan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perjanjian, baik yang dilakukan direksi, dewan komisaris, dan pegawai pelaku usaha sektor keuangan dan/atau dilakukan oleh pihak ketiga yang mewakili atau bekerja untuk kepentingan pelaku usaha sektor keuangan. Hal lain, pelaku usaha wajib menjaga kerahasiaan data dan informasi pribadi Konsumen; menyediakan layanan informasi untuk Konsumen.

UU 2 PSK juga secara tegas mengatur larangan bagi pelaku usaha sektor keuangan. Dilarang memberikan produk dan/atau layanan yang tidak sesuai dengan informasi yang dinyatakan dalam keterangan, iklan, dan/atau promosi penjualan produk dan/atau layanan tersebut. Termasuk dilarang memberikan produk dan/atau layanan yang tidak sesuai dengan perjanjian; menyediakan informasi, dokumen dan/atau perjanjian yang tidak menggunakan Bahasa Indonesia. Dilarang juga melakukan tindakan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan atau norma yang berlaku di masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan/atau psikis terhadap Konsumen dalam melaksanakan kegiatan usaha.

Sebagai kesimpulan, kerangka hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha sektor keuangan, sebagaimana diatur dalam UU P2SK, memberikan fondasi kuat bagi perlindungan konsumen. Hak konsumen untuk mendapatkan informasi jelas, keamanan, dan penyelesaian sengketa yang efektif menjadi pilar utama, sementara kewajiban pelaku usaha menciptakan lingkungan yang transparan dan berintegritas. Penekanan pada itikad baik, perlakuan tanpa diskriminasi, dan tanggung jawab terhadap kerugian konsumen menunjukkan peran sentral pelaku usaha dalam membangun kepercayaan. Keselarasan ini menciptakan ekosistem keuangan yang berdaya, adil, dan responsif terhadap kebutuhan konsumen. Perlindungan konsumen bukan hanya tugas regulator, tetapi juga tanggung jawab bersama untuk menciptakan hubungan yang seimbang dan berkelanjutan antara konsumen dan pelaku usaha. Dengan demikian, implementasi prinsip-prinsip ini tidak hanya melindungi konsumen, tetapi juga mengokohkan integritas sektor keuangan secara keseluruhan.

Artikel ini merupakan bagian dari buku “BANGKITNYA ASURANSI KAMI” dengan keynote speaker Profesor Muhammad Eddi Purnawan, Anggota Badan Supervisi OJK. Februari 2024. ISBN, Penerbit IPB Press.

Harga buku ini adalah Rp. 155.000 dan dapat dipesan melalui ligasuransi.com