Tarif Di Industri Asuransi Mau Dibawa Kemana?
BROKER & UNDERWRITER SYNERGY SERIES (BUSS) EDISI 1
L&g Insurance Broker – Jakarta, 24 Juli 2024 – Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (APPARINDO) mengadakan diskusi panel bertajuk “Tarif Premi di Industri Asuransi Mau Dibawa Kemana?” di Opus Ballroom, The Tribrata Convention, Jakarta Selatan. Acara ini dihadiri oleh sekitar 100 peserta, termasuk pialang asuransi, perusahaan asuransi, dan perwakilan dari Asosiasi Penilai Kerugian Asuransi Indonesia (APKAI), yang diwakili oleh presidennya, Capt. Dikarioso.
Panel diskusi ini menghadirkan pakar senior dari industri asuransi umum dan pialang asuransi. Di antaranya adalah Suhardiman Hamid, Direktur Teknik PT. Asuransi Jasaraharja Putera (JRP); Kocu A. Hutagalung, Direktur Utama PT. Reasuransi Maipark Indonesia (RMI); Wayan Pariama, Direktur Zurich Insurance Indonesia (ZII); Djoko Gazali, Direktur Utama PT Mitra Iswara & Rorimpandey (MIR); dan Kameswara Natakusumah, Direktur Utama PT Willis Tower Watson IBI (Willis). Diskusi ini dipimpin oleh Boyke Lukman, Ketua 1 APPARINDO.
Dalam sambutan pembukaannya, Ketua Umum APPARINDO, Yulius Bhayangkara (Billy), menyampaikan bahwa tujuan acara ini adalah untuk mencapai “ekosistem” industri asuransi yang sehat yang memberikan manfaat bagi semua pelaku industri. Billy mengharapkan para panelis dan peserta untuk secara terbuka mengangkat fakta dan pandangan mereka.
Suhardiman Hamid membuka diskusi dengan menjelaskan situasi sebelum ditetapkannya OJK Nomor 6/SEOJK.05/2017, di mana pendapatan premi asuransi tidak memadai bagi perusahaan asuransi akibat perang tarif. Ia menjelaskan bahwa pendapatan premi haruslah “adequate” atau memadai. AAUI telah membentuk Tim Revisi Tarif yang sedang melakukan kajian tentang dampak penetapan tarif ini terhadap industri asuransi umum. Tim ini menemukan bahwa dari 375 jenis risiko yang ada dalam tarif, beberapa memiliki rasio klaim sangat tinggi. AAUI sedang membangun Pusat Data untuk analisis yang lebih tepat, dengan rencana penerbitan SEOJK baru pada tahun 2024. Suhardiman menambahkan bahwa tarif dihitung berdasarkan pada Risiko Murni, biaya akuisisi, biaya operasional, dan keuntungan, serta mempertimbangkan deductible.
Djoko Gazali berpendapat bahwa tarif premi seharusnya dihitung berdasarkan underwriting yang bijaksana oleh setiap perusahaan, dengan mempertimbangkan profil risiko dan manajemen risiko dari objek yang diasuransikan, termasuk fasilitas pemadam kebakaran, program Kesehatan, Keselamatan, dan Lingkungan (HSE), serta pengalaman kerugian (loss ratio). Djoko juga menekankan pentingnya faktor pengurang skala dan mempersiapkan diri untuk pasar bebas ASEAN atau AFTA, di mana perusahaan asuransi asing dapat langsung menawarkan jasanya di Indonesia.
Kocu A. Hutagalung menjelaskan bahwa risiko gempa bumi tidak termasuk kategori “kecelakaan” tetapi merupakan risiko katastropik, dan penggantian klaim bersifat “funding”. Untuk mengukur risiko gempa bumi dengan akurat, diperlukan data jangka panjang. Saat ini, ada 250 patahan baru yang berpotensi menyebabkan gempa bumi, dan perhitungan risiko dilakukan berdasarkan model, bukan rasio kerugian (loss ratio).
Tarif premi bagi perusahaan asuransi lebih penting pada net premium, sementara bagi broker fokus pada gross premium. Perhitungan net premium digunakan untuk menghitung kapasitas asuransi dan reasuransi. Di Indonesia, premi dihitung berdasarkan tarif, sementara di beberapa negara berdasarkan supply and demand. Kocu juga menekankan bahwa tarif premi terkait dengan Insurance Premium Reserves (IPR) yang sebagian besar perusahaan asuransi di Indonesia bergantung pada pendapatan premi, bukan setoran modal. Tantangan IPR ini telah lama dialami oleh industri asuransi Indonesia.
Wayan Pariama menjelaskan pentingnya fungsi Manajemen Risiko dalam penentuan tarif premi. Perusahaan asuransi multinasional selalu mengutamakan laporan survei dan mengadakan survei atas objek yang diasuransikan untuk memahami kondisi risiko yang sesungguhnya. Setelah itu, mereka memberikan masukan dan koreksi untuk meningkatkan kualitas risiko. Langkah ini bertujuan untuk menekan risiko dan menurunkan biaya premi asuransi. Dengan pendekatan ini, perusahaan asuransi dapat memastikan bahwa tarif premi yang ditetapkan lebih akurat dan sesuai dengan profil risiko, sehingga memberikan perlindungan yang lebih baik bagi tertanggung.
Kameswara Natakusumah menambahkan bahwa tarif premi di Indonesia sering didikte oleh perusahaan reasuransi internasional karena ketergantungan kita pada dukungan reasuransi. Untuk mengatasi hal ini, industri asuransi dalam negeri perlu meningkatkan kapasitas sendiri dengan memperkuat fungsi underwriting, yang merupakan seni dalam menilai dan memutuskan tingkat risiko dari suatu objek. Ia menekankan pentingnya menilai premi berdasarkan hasil underwriting, bukan generalisasi tarif yang sudah ditentukan. Kameswara juga menggarisbawahi bahwa ketergantungan pada dana luar negeri menghambat kemandirian industri asuransi Indonesia.
Dalam diskusi yang berlangsung lebih lanjut, para panelis menggali lebih dalam tentang dampak kebijakan tarif premi terhadap berbagai aspek industri asuransi. Mereka menyoroti pentingnya pendekatan berbasis data dalam menentukan tarif premi yang tepat, yang mencerminkan risiko nyata yang dihadapi oleh perusahaan asuransi. Suhardiman Hamid menekankan bahwa data yang akurat dan komprehensif sangat penting dalam membangun kebijakan tarif yang efektif dan adil.
Djoko Gazali juga menekankan bahwa transparansi dalam proses underwriting sangat penting untuk memastikan bahwa tarif premi yang ditetapkan sesuai dengan profil risiko objek yang diasuransikan. Ia menyarankan agar perusahaan asuransi meningkatkan investasi dalam teknologi dan sistem manajemen risiko untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan mendalam tentang risiko yang dihadapi.
Kocu A. Hutagalung menambahkan bahwa pengetahuan tentang risiko geologis, seperti gempa bumi, harus terus diperbarui dengan data terbaru dan model prediktif yang lebih canggih. Hal ini akan membantu perusahaan asuransi dalam menilai risiko dengan lebih akurat dan menetapkan tarif premi yang lebih realistis.
Panelis juga membahas tantangan utama yang dihadapi oleh industri asuransi di Indonesia, termasuk ketergantungan pada reasuransi internasional dan kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas asuransi dalam negeri. Kameswara Natakusumah menekankan pentingnya membangun kapasitas underwriting yang kuat di dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan pada reasuransi luar negeri. Ia menyarankan agar perusahaan asuransi Indonesia meningkatkan pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang underwriting dan manajemen risiko.
Para panelis sepakat bahwa kolaborasi antara perusahaan asuransi, pialang asuransi, dan regulator sangat penting untuk menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan industri asuransi yang sehat dan berkelanjutan. Mereka juga menekankan pentingnya peran teknologi dalam meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam penilaian risiko dan penetapan tarif premi.
Diskusi ini menyoroti perlunya evaluasi berkelanjutan terhadap kebijakan tarif premi untuk memastikan kebijakan tersebut sesuai dengan pertumbuhan industri dan kebutuhan pasar. APPARINDO berkomitmen untuk terus memperjuangkan kebijakan dan praktik yang mendorong kemajuan industri asuransi, memastikan pemanfaatan pialang asuransi yang lebih besar, dan memberikan layanan yang lebih baik bagi semua pemangku kepentingan.
Para peserta diskusi menyepakati beberapa langkah konkrit yang akan diambil untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh industri asuransi di Indonesia. Salah satunya adalah memperkuat kolaborasi antara perusahaan asuransi dan pialang asuransi untuk mengembangkan produk asuransi yang lebih inovatif dan sesuai dengan kebutuhan pasar.
APPARINDO juga berencana untuk terus mengadakan diskusi dan seminar reguler untuk membahas isu-isu terkini dalam industri asuransi dan mencari solusi bersama untuk meningkatkan kualitas layanan dan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi.
Dengan komitmen yang kuat dari semua pihak yang terlibat, industri asuransi di Indonesia diharapkan dapat terus tumbuh dan berkembang, memberikan perlindungan yang lebih baik bagi masyarakat dan kontribusi yang lebih besar bagi perekonomian nasional.
Acara ini menjadi langkah awal yang penting dalam upaya APPARINDO untuk menciptakan ekosistem industri asuransi yang sehat dan berkelanjutan. Dengan diskusi yang konstruktif dan kolaborasi yang erat antara semua pihak yang terlibat, industri asuransi di Indonesia dapat mencapai pertumbuhan yang lebih baik dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi semua pemangku kepentingan.
—
Artikel ini dipersembahkan oleh Broker Asuransi L&G Insurance Broker.
—
MENCARI PRODUK ASURANSI? JANGAN BUANG WAKTU ANDA DAN HUBUNGI KAMI SEKARANG
24 JAM L&G HOTLINE: 0811-8507-773 (CALL – WHATSAPP – SMS)
Website: lngrisk.co.id
Email: customer.service@lngrisk.co.id