PERSOALAN SERIUS YANG MENANTANG INDUSTRI ASURANSI INDONESIA
Artikel ini pertama kali diterbitkan pada https://finansial.bisnis.com tanggal 28 Desember 2023 dengan judul “Industri asuransi Indonesia hadapi tantangan serius”.
Jakarta (ANTARA) – Pengamat asuransi, Irvan Rahardjo, mengungkapkan bahwa industri asuransi Indonesia saat ini menghadapi tantangan serius, yaitu rendahnya kepercayaan masyarakat. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah pengaduan terkait asuransi dalam lima tahun terakhir.
“Pengaduan asuransi itu meningkat sebanyak 57 kali lipat dalam lima tahun terakhir dari hanya 22 pengaduan terkait asuransi menjadi 1.291 di tahun 2022 lalu dan bahkan di tahun ini lebih tinggi lagi. Itu menandakan betapa kita menghadapi masalah yang sangat serius dalam menjaga kepercayaan masyarakat,” ujar Irvan dalam seminar Menyongsong Tantangan dan Peluang Industri Asuransi di 2024 secara daring di Jakarta, Jumat.
Irvan menyoroti fakta bahwa industri asuransi Indonesia memiliki terlalu banyak pemain, menyebabkan persaingan menjadi tidak sehat dan berdampak pada kualitas produk dan layanan asuransi. “Industri asuransi Indonesia juga memiliki kapasitas yang terbatas dalam menanggung risiko. Sebagian besar risiko masih berada di pihak reasuransi,” kata Irvan.
Selain itu, rendahnya inklusi asuransi di Indonesia juga menjadi sorotan Irvan. Menurut data OJK, inklusi asuransi baru mencapai 16,6 persen, sedangkan literasi asuransi mencapai 31,7 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun masyarakat Indonesia memiliki pengetahuan cukup tentang asuransi, namun tidak tertarik untuk membelinya.
Irvan menduga hal ini disebabkan oleh pengalaman buruk masyarakat dalam berasuransi, seperti banyaknya kasus penolakan klaim, gagal bayar, dan ketidaksesuaian produk dengan yang dijanjikan. “Masyarakat lebih percaya menyimpan dananya di perbankan dibandingkan dengan menyimpan di produk-produk asuransi,” kata Irvan.
Menanggapi peta jalan perasuransian yang disusun oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Irvan berpendapat bahwa peta jalan ini belum memberikan solusi konkret terhadap tantangan-tantangan tersebut. “Peta jalan ini belum memberikan arah yang lebih konkrit tentang restorative justice, yaitu tentang penggantian kerugian nasabah yang menjadi amanat UU 4/2023,” ujar Irvan.
Irvan menyarankan agar OJK melakukan reformasi perasuransian guna memperbaiki kepercayaan masyarakat. Selain itu, ia menambahkan bahwa OJK juga perlu memberikan solusi konkret terhadap berbagai kasus gagal bayar yang menjadi pusat hilangnya kepercayaan masyarakat.
Rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi di Indonesia merupakan suatu masalah yang kompleks, diakibatkan oleh berbagai faktor yang perlu dipahami dan diatasi dengan cermat. Dalam lima tahun terakhir, jumlah pengaduan terkait asuransi meningkat drastis, mencapai 57 kali lipat dari hanya 22 pengaduan pada tahun 2017 menjadi 1.291 pada tahun 2022, dan tren ini masih terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya.
Faktor penyebab rendahnya kepercayaan ini melibatkan beberapa aspek kritis. Persaingan tidak sehat di industri asuransi, disebabkan oleh terlalu banyaknya pemain, telah memberikan dampak negatif terhadap kualitas produk dan layanan. Selain itu, keterbatasan kapasitas industri asuransi dalam menanggung risiko juga menjadi perhatian serius, dengan sebagian besar risiko ditanggung oleh pihak reasuransi.
Inklusi asuransi yang rendah di masyarakat menjadi faktor tambahan. Meskipun literasi asuransi cukup tinggi, minat masyarakat untuk membeli polis asuransi tetap rendah. Pengalaman buruk terkait penolakan klaim, gagal bayar, dan ketidaksesuaian produk dengan janji perusahaan menyebabkan ketidakpercayaan yang mendalam.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyusun peta jalan perasuransian, namun implementasinya belum memberikan solusi konkrit terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi. Dalam konteks ini, perlunya reformasi perasuransian menjadi semakin mendesak, terutama dalam menciptakan kejelasan hukum dan restorative justice, yang melibatkan penggantian kerugian nasabah sesuai dengan amanat UU 4/2023.
Upaya mendidik publik tentang manfaat asuransi, meningkatkan kualitas layanan dan transparansi bisnis, serta menangani pengaduan secara efektif, dapat menjadi langkah-langkah konkret untuk mengatasi rendahnya kepercayaan ini. Dengan cara ini, industri asuransi dapat memulihkan kepercayaan masyarakat, membangun lingkungan yang sehat, dan merestorasi reputasinya di mata publik.
Rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi Indonesia, tercermin dari lonjakan pengaduan dalam lima tahun terakhir, menunjukkan krisis kepercayaan yang serius. Persaingan tidak sehat dan keterbatasan kapasitas industri menjadi sorotan, dengan risiko yang dominan dipegang oleh reasuransi. Inklusi asuransi yang rendah serta pengalaman buruk nasabah memperparah ketidakpercayaan.
Meskipun OJK telah menyusun peta jalan perasuransian, solusi konkret masih terkendala implementasi. Reformasi mendesak diperlukan, terutama terkait restorative justice sesuai UU 4/2023. Untuk mengatasi tantangan ini, edukasi publik, peningkatan layanan, dan penanganan efektif terhadap pengaduan menjadi kunci. Dengan langkah-langkah ini, industri asuransi berpotensi memulihkan kepercayaan, membangun integritas, dan mengembalikan reputasinya di mata masyarakat.
Artikel ini adalah bagian dari buku “BANGKITNYA ASURANSI KAMI” dengan pembicara utama Profesor Muhammad Eddi Purnawan, Anggota Dewan Pengawas OJK. Februari 2024. ISBN, Penerbit IPB Press.
Harga buku ini Rp 155.000 dan bisa dipesan melalui ligasuransi.com.