Bukti Peran Broker: Identifikasi dan Penilaian Masalah
Untuk melengkapi penjelasan masalah yang dihadapi oleh tertanggung, berikut ini kami sampaikan beberapa kasus yang penulis tangani sendiri:
Kasus 1
Marine Cargo Insurance – Total Loss
Salah satu klien penulis , perusahaan kontraktor tambang batubara internasional yang beroperasi di daerah Jambi, Sumatera, sedang mengembangkan usahanya dengan mendapatkan pekerjaan tambang baru di Kalimantan Selatan. Klien ini sudah menjadi pelanggan setia perusahaan kami L&G Insurance Broker selama lebih dari 3 tahun, yang kami peroleh melalui digital marketing. Selama ini, hubungan dan kerjasama kami berjalan baik di mana seluruh alat berat, kendaraan bermotor, dan asuransi pengiriman barang (marine cargo) diasuransikan melalui perusahaan kami.
Namun, pada tahun ketiga, pejabat yang mengurus asuransi mengalami sakit dan harus dirawat di luar negeri. Pengurusan asuransi kemudian dilanjutkan oleh orang baru yang mungkin ingin mencoba mendapatkan perbandingan dan mencoba mendapatkan asuransi dari pihak lain. Salah satu jaminan asuransi yang diberikan pengurusannya kepada pihak lain adalah asuransi pengiriman beberapa unit alat berat dari Jambi ke Kalimantan Selatan menggunakan kapal LCT. Asuransi ini mereka urus sendiri melalui agen asuransi di Jambi dan berhasil menerbitkan polis asuransi marine cargo.
Selang beberapa hari berlayar, kapal karam dan semua muatan alat berat senilai sekitar 20 milyar rupiah hilang. Hal ini menjadi masalah besar bagi perusahaan, dan mereka mulai mengurus klaim ke perusahaan asuransi yang menjamin. Dengan segala keterbatasan, mereka berusaha memenuhi semua persyaratan yang diperlukan termasuk berkomunikasi dengan pihak loss adjuster yang ditunjuk. Setelah hampir 3 bulan, mereka masih belum mendapat kepastian apakah klaim mereka akan diganti atau tidak.
Akhirnya, setelah pejabat yang sebelumnya mengurus asuransi kembali bekerja, dia meminta kami untuk membantu mengurus klaim ini. Secara profesional, seharusnya kami meminta fee khusus, tetapi karena perusahaan ini sudah menjadi klien kami selama bertahun-tahun, kami tidak meminta fee untuk bantuan kami. Setelah penulis berkomunikasi dengan pihak loss adjuster, ternyata banyak hal yang harus dijelaskan mengenai klaim ini sebelum mereka bisa menyatakan klaim bisa dibayar atau tidak. Mulai dari proses penerbitan polis asuransi, kelengkapan dokumen yang diminta, hingga persyaratan laporan dari Independent Marine Surveyor (IMS) dan lain-lain.
Setelah semua dokumen kami kumpulkan dan serahkan kepada loss adjuster, ternyata ada beberapa dokumen yang diragukan yang memerlukan klarifikasi. Salah satunya adalah persyaratan Pre-shipment Survey (IMS), yaitu laporan pemeriksaan kondisi muatan sebelum kapal berangkat dan pengaturan penempatannya di atas palka. Klien sudah menunjuk perusahaan surveyor yang ternyata menurut loss adjuster laporannya tidak lengkap dan tidak sesuai dengan standar laporan IMS. Selain itu, ada masalah dengan tenaga surveyor yang melakukan survey karena statusnya sudah tidak bekerja lagi di perusahaan tersebut.
Untuk menjelaskan hal ini, sebagai broker dan konsultan asuransi, penulis kemudian mempelajari persyaratan polis yang ada. Di dalam schedule polis conditions tertulis “pre-shipment survey by independent marine surveyor”. Klausul ini tidak dilengkapi dengan penjelasan lebih rinci. Dari kondisi ini, tertanggung sudah memenuhi syarat karena sudah menunjuk IMS dan laporannya sudah disampaikan ke perusahaan asuransi. Berkaitan dengan laporan yang tidak lengkap, tidak dipermasalahkan karena tidak dijelaskan apa ruang lingkup survey yang diinginkan oleh perusahaan asuransi. Beberapa perusahaan asuransi sering menambahkan kata “satisfactory” di depannya sehingga menjadi “Satisfactory Independent Marine Surveyor”. Laporan IMS sudah dikirimkan kepada pihak asuransi sebelum polis asuransi diterbitkan artinya pihak asuransi sudah melakukan evaluasi atau underwriting process sebelum menerbitkan polis asuransi.
Berkaitan dengan nama perusahaan surveyor yang ditunjuk, klien kami menunjuk perusahaan yang mereka kenal karena tidak ditentukan perusahaan surveyor mana yang boleh digunakan. Beberapa perusahaan asuransi mencantumkan daftar perusahaan IMS yang mereka rekomendasikan. Awalnya, perusahaan asuransi akan menolak klaim ini dengan alasan dokumen tidak memadai (lack of document) tetapi akhirnya menyetujui pembayaran klaim ini dengan mengenakan penalty atau pemotongan klaim dalam persentase yang tidak terlalu memberatkan.
Dari kasus ini, terlihat resiko yang akan dihadapi jika pengurusan asuransi tidak melalui broker asuransi. Jika saja pengurusan asuransi ini dipercayakan kepada kami sebagai broker, kami pasti akan menggunakan perusahaan IMS yang profesional yang dapat diterima oleh perusahaan asuransi. Demikian juga bantuan pada saat pengurusan klaim, broker akan membantu membahas klaim dengan pihak loss adjuster dengan tingkat pemahaman ilmu dan pengalaman asuransi yang sepadan. Berbeda dengan agen, agen ditunjuk oleh perusahaan asuransi dan berada di pihak asuransi.
Kasus 2
Kebakaran Stok di Proyek Pemasangan Kabel Listrik
Salah satu perusahaan kontraktor pemasangan kabel listrik tegangan tinggi mengalami masalah dengan klaim asuransinya. Sudah lebih dari satu tahun klaim asuransinya tidak selesai dan tidak jelas arahnya. Atas rekomendasi dari seseorang, perwakilan perusahaan tersebut datang ke kantor penulis dan menjelaskan masalah yang mereka hadapi.
Mereka mengerjakan proyek pemasangan kabel listrik tegangan tinggi di Jawa Tengah yang melewati beberapa kabupaten dengan panjang puluhan kilometer. Tiba-tiba terjadi kebakaran atas stok material proyek di salah satu gudang mereka yang tak jauh dari lokasi proyek, menyebabkan kerugian sekitar Rp. 15 miliar. Polis asuransi dijamin 100% oleh salah satu perusahaan asuransi nasional dan diatur melalui agen yang mengakku sebagai broker dalam bentuk perusahaan (PT) yang ternyata tidak terdaftar di OJK dan di Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi Reasuransi Indonesia (APPARINDO).
Alasan penolakan klaim ini oleh perusahaan asuransi adalah karena kebakaran terjadi tidak berada di lokasi proyek. Setelah penulis pelajari, salinan polis asuransi tidak mencantumkan lokasi khusus (specific). Lokasi yang tercantum di dalam polis adalah Jawa Tengah dan merincikan wilayah-wilayah kerja yang dilalui. Selain itu, polis asuransi juga dilengkapi dengan “offsite storage coverage” dengan limit tertentu. Dengan kondisi ini, jelas alasan penolakan dari pihak asuransi tidak relevan karena sifat proyek yang tidak berada di satu lokasi tertentu dan tertutup. Proyek pemasangan tiang listrik memanjang dan melewati berbagai lokasi. Dengan argument ini, klaim ini akhirnya dibayar perusahaan asuransi.
Jika saja perusahaan ini sebelumnya menggunakan jasa broker asuransi resmi dan profesional, maka klaim ini dapat diselesaikan dengan cepat karena broker akan dapat menemukan argumen untuk membantah pihak asuransi. Broker asuransi memiliki keahlian dalam memahami dan menafsirkan polis asuransi serta memiliki jaringan yang kuat dengan perusahaan asuransi untuk mempercepat proses klaim.
Namun, karena klaim ini sudah masuk ranah hukum, penyelesaian klaim dilanjutkan oleh rekan penulis , Bapak Abdul Aziz, seorang konsultan hukum yang menangani kasus klaim asuransi di Indonesia. Dengan bantuan beliau, klaim asuransi akhirnya dibayar penuh oleh perusahaan asuransi.
Kasus ini menunjukkan pentingnya menggunakan jasa broker asuransi resmi dan profesional. Broker asuransi tidak hanya membantu dalam proses pembelian polis, tetapi juga memastikan bahwa klaim asuransi dapat diselesaikan dengan baik dan cepat. Mereka memiliki pengetahuan mendalam tentang polis asuransi dan dapat memberikan argumen yang kuat dalam negosiasi dengan perusahaan asuransi. Selain itu, broker juga memastikan bahwa semua dokumen dan persyaratan klaim dipenuhi dengan benar. Dengan demikian, perusahaan dapat menghindari masalah dan penundaan dalam proses klaim asuransi.
Kasus 3
Kontraktor Gagal Mengajukan Klaim Asuransi
Salah satu calon klien penulis dulu (sekarang sudah menjadi klien), meminta konsultasi kepada penulis tentang masalah yang mereka hadapi. Perusahaan ini adalah kontraktor besar khusus di bidang Engineering, Procurement, and Construction (EPC) yang mengerjakan proyek-proyek di sektor minyak dan gas, petrokimia, pupuk, energi, dan pembangkit listrik. Mereka mengalami tuntutan dari pihak pemberi kerja atas kerusakan yang terjadi pada turbin pembangkit listrik yang mereka pasang. Kerusakan itu terjadi setelah serah terima proyek dan proyek sudah dinyatakan selesai, dengan nilai biaya perbaikan lebih dari Rp. 10 milyar. Mereka dituntut untuk melakukan perbaikan atas kerusakan tersebut karena dianggap lalai dalam melaksanakan pekerjaannya.
Awalnya, mereka ingin mengajukan klaim ke polis asuransi Erection All Risks (EAR) yang sudah mereka beli untuk pekerjaan ini, tetapi ditolak karena masa kontrak sudah selesai dan polis sudah berakhir. Penulis menjelaskan ada tiga alternatif solusi asuransi untuk masalah ini. Pertama, ada kemungkinan kerusakan terjadi karena kesalahan fabrikasi (material defect), kedua karena proses pemasangan, dan ketiga karena operasional.
Untuk kerusakan akibat kesalahan dari pabrik, klien sudah minta pendapat dari perwakilan pabrik yang menyatakan bahwa tidak ada masalah dengan turbin, jika ada kesalahan maka biaya perbaikan menjadi tanggung jawab supplier. Jika kerusakan terjadi akibat kesalahan pada saat pemasangan, klaim bisa diajukan kepada polis asuransi Professional Indemnity (PI). Polis PI mengganti tuntutan dari pihak ketiga (owner) atas kesalahan dan kelalaian profesional, sehingga klaim bisa diajukan ke polis PI. Biasanya, klien ini selalu membeli polis asuransi PI untuk setiap proyeknya.
Alternatif lainnya adalah mengajukan klaim ke polis asuransi Machinery Breakdown Insurance (MB), yang penulis yakin pihak owner sudah memiliki polis asuransi ini. Untuk itu, penulis menawarkan kepada klien untuk bertemu dengan pihak owner dan membantu mengajukan klaim ke pihak asuransinya. Klien penulis hanya perlu membayar deductible polis asuransi tersebut. Namun, sepertinya klien tidak berhasil atau enggan meminta owner untuk mengurus klaim asuransi MB dan akhirnya mereka membayar semua biaya perbaikan itu tanpa mengklaim ke asuransi, sebuah kerugian besar.
Untuk proyek mereka yang lain, klien ini juga mengalami masalah dengan perpanjangan polis asuransi Erection All Risks (EAR) untuk proyek pembangkit listrik tenaga uap (batubara) yang bernilai sangat besar. Polis asuransi ini diurus melalui agen asuransi. Polis asuransi sudah diperpanjang sekali. Tetapi, karena proyek masih belum selesai, klien dan owner meminta polis asuransi diperpanjang untuk ketiga kalinya, namun pihak agen tidak sanggup dan mengundurkan diri. Akhirnya, klien ini meminta bantuan perusahaan kami. Setelah mendapatkan surat penunjukan, kami langsung mengadakan survei ke lokasi proyek untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan membuat underwriting information yang memadai sehingga dapat memberikan masukan kepada pihak asuransi. Dengan laporan underwriting information yang kami buat, pihak asuransi setuju untuk memperpanjang polis walau untuk ketiga kalinya. Bagi klien, dokumen perpanjangan polis asuransi sangat diperlukan selain untuk perlindungan juga untuk pemenuhan persyaratan kontrak.
Ada juga keanehan yang dilakukan oleh klien ini, karena mereka sudah terlanjur menentukan anggaran premi asuransi terlalu rendah untuk sebuah proyek besar, mereka rela mendapatkan polis asuransi dengan risiko sendiri sebesar USD 10 juta dari nilai proyek sebesar USD 250 juta. Dengan risiko sendiri setinggi itu, hampir tidak ada gunanya polis asuransi, selain hanya untuk memenuhi persyaratan administrasi saja.
Kasus-kasus ini menunjukkan pentingnya konsultasi dan bantuan dari broker asuransi yang profesional. Broker asuransi tidak hanya membantu dalam proses pembelian polis, tetapi juga memberikan solusi dan alternatif ketika terjadi masalah klaim. Dengan pengetahuan dan jaringan yang luas, broker dapat memastikan bahwa klien mendapatkan perlindungan asuransi yang optimal dan klaim diselesaikan dengan cepat dan efisien. Selain itu, broker juga dapat membantu dalam proses perpanjangan polis asuransi dan memberikan masukan yang tepat untuk memastikan bahwa semua persyaratan administrasi dan kontrak terpenuhi. Kasus ini juga menggarisbawahi pentingnya anggaran premi yang realistis agar polis asuransi dapat memberikan perlindungan yang efektif.
Kasus 4
Klaim asuransi Alat Berat Dibayar dan Kebakaran Stok Ditolak
Penulis juga sempat beberapa kali menjadi saksi ahli di pengadilan dan lembaga resolusi penyelesaian asuransi. Salah satu pengalaman tersebut adalah ketika penulis diminta oleh kantor hukum Abdul Aziz menjadi saksi ahli mewakili tertanggung yang klaim asuransinya ditolak oleh perusahaan asuransi. Polis asuransi ini sebelumnya diurus melalui agen asuransi. Klaim yang diajukan adalah kerusakan total loss atas alat berat akibat kecelakaan senilah Rp. 1,5 milyar. Alasan penolakan dari perusahaan asuransi adalah karena lokasi kecelakaan berada di luar lokasi yang disebutkan di dalam polis asuransi.
Setelah penulis mempelajari polis asuransi tersebut, ternyata itu adalah polis Construction Plant and Equipment (CPE) dan alat yang diasuransikan adalah crane atau alat pengangkat. Kecelakaan terjadi di luar lokasi proyek saat crane memutar melalui selokan yang dalam, yang mengakibatkan crane terguling dan rusak total. Lokasi yang disebutkan di dalam polis adalah alamat kantor dan workshop tertanggung. Padahal, alat ini digunakan untuk bekerja di lapangan, bukan dijadikan stok di workshop. Oleh karena itu, jenis polis asuransi yang digunakan adalah CPE sudah tepat, yang memang ditujukan untuk menjamin risiko saat alat tersebut dioperasikan di luar. Tarif premi asuransi CPE juga berbeda dan lebih tinggi daripada Property All Risks.
Dengan penjelasan ini, arbiter menyimpulkan bahwa penolakan dari perusahaan asuransi tidak berdasar dan klaim tersebut dibayar.
Pada kasus lainnya, penulis juga diminta menjadi saksi ahli di pengadilan atas permintaan dari pengacara kantor hukum Abdul Aziz untuk kasus penolakan klaim dari salah satu perusahaan asuransi. Kasus ini berkaitan dengan polis asuransi kebakaran untuk stok barang dagangan. Tertanggung telah menghubungi agen untuk mengurus jaminan asuransinya, kemudian agen merespon dengan mengirimkan penawaran asuransi tertulis lengkap dengan nama tertanggung, lokasi, nilai barang yang diasuransikan, biaya premi, dan nama perusahaan asuransi yang akan menjamin. Tertanggung langsung menyetujui dan meminta polis asuransi segera diterbitkan. Namun, sebelum polis asuransi diterbitkan, terjadi kebakaran atas stok tersebut.
Tertanggung mengajukan klaim berdasarkan penawaran tersebut kepada agen dan perusahaan asuransi yang disebutkan di dalam penawaran. Namun perusahaan asuransi menolak klaim karena jaminan belum berlaku sebab polis belum diterbitkan. Dalam kasus ini, penulis menyatakan bahwa jaminan asuransi sudah berlaku sejak tertanggung menyetujui penawaran dari agen asuransi. Penawaran agen asuransi sah karena ia merupakan perpanjangan tangan dari perusahaan asuransi meskipun polis asuransi belum terbit. Nilai klaim yang diajukan sekitar Rp. 2,5 miliar. Setelah beberapa kali sidang, akhirnya klien dinyatakan kalah dan tidak berhak mengajukan klaim.
Jika proses ini melalui broker asuransi, maka broker akan segera memproses permintaan asuransi berdasarkan penawaran dan meminta kepada pihak asuransi untuk segera melakukan penjaminan (attaching the cover). Bukti permintaan dan persetujuan tersebut sudah cukup untuk membuktikan bahwa jaminan asuransi sudah berlaku. Mengenai pembayaran premi, broker asuransi selalu meminta pembayaran premi dalam waktu 30 hari minimal, jadi meskipun premi asuransi belum dibayar pada saat kejadian, polis asuransi sudah berlaku penuh.
Dari kedua kasus ini, jelas terlihat pentingnya peran broker asuransi dalam mengurus dan memastikan klaim asuransi. Broker asuransi memiliki pengetahuan yang mendalam dan dapat memberikan argumen kuat untuk mendukung tertanggung dalam proses klaim. Mereka juga memastikan bahwa semua proses administratif dijalankan dengan benar dan bahwa jaminan asuransi sudah berlaku meskipun polis belum terbit. Tanpa peran broker, tertanggung berisiko menghadapi penolakan klaim yang bisa dihindari, seperti yang terlihat dalam kedua kasus di atas. Broker asuransi juga dapat meminimalisir kesalahan administratif yang dapat berakibat pada penolakan klaim, sehingga memberikan perlindungan maksimal bagi kliennya.