TRANSFORMASI MENDESAK DALAM INDUSTRI ASURANSI: TANTANGAN DAN PELUANG

TRANSFORMASI MENDESAK DALAM INDUSTRI ASURANSI: TANTANGAN DAN PELUANG

Tulisan ini sudah pernah dimuat di KONTAN.CO.ID dengan judul “Pembenahan Industri Asuransi Mendesak Dilakukan” (6/12/2023).

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Di tengah pemulihan bisnis industri asuransi akibat pandemi COVID-19, perbaikan khusus diperlukan, terutama dalam industri asuransi jiwa di tahun mendatang. Hal ini mengingat terdapat sejumlah kasus dalam industri ini belakangan ini.

Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat pertumbuhan pendapatan premi di kuartal III mencapai Rp 149,36 triliun. Meskipun pertumbuhan sebesar 2% dari kuartal III-2019, pertumbuhan tersebut masih tergolong kecil. Oleh karena itu, industri ini masih memiliki tanggung jawab besar untuk melakukan perbaikan signifikan, mengingat kepercayaan masyarakat dapat terpengaruh oleh beberapa kasus yang terjadi.

Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo menunjukkan bahwa tantangan utama industri asuransi di tahun mendatang adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat yang hilang akibat kasus gagal bayar dan tata kelola buruk beberapa perusahaan asuransi besar yang masih berlanjut, seperti Jiwasraya, Bumiputera, Wanaartha Life, Kresna Life, dan ASABRI. “Solusi harus segera dilakukan untuk mengembalikan hak-hak pemegang polis yang belum terselesaikan,” ungkap Irvan kepada KONTAN pada Senin (27/12).

Irvan juga menekankan bahwa regulator perlu memperbaiki beberapa regulasi terutama terkait perlindungan konsumen dan prilaku pasar, terutama dalam keagenan asuransi yang rentan terhadap praktik misselling dan mispricing.

Praktik ini erat kaitannya dengan penjualan produk asuransi yang diinvestasikan (PAYDI) atau yang dikenal dengan unitlink. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa perusahaan asuransi harus lebih transparan dalam menjual produk dan menyesuaikan target penjualan dengan profil keuangan nasabah.

Sejalan dengan itu, analis asuransi Toto Pranoto juga berpendapat bahwa regulasi terkait unitlink harus diperkuat untuk mencegah nasabah dari kasus serupa Jiwasraya. Toto menegaskan bahwa pengawasan regulator harus lebih ketat terhadap beberapa perusahaan asuransi. “Pengawasan yang lebih ketat dan komprehensif diperlukan mengingat masih ada perusahaan asuransi yang belum menerapkan prinsip tata kelola dengan baik,” tambah Toto.

Dari perspektif OJK sendiri, Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2A, OJK Ahmad Nasrullah, menyatakan bahwa mereka sedang menyiapkan beberapa regulasi untuk industri ini. Pertama, ada rencana revisi atas POJK 70/2016 yang mengatur mengenai Insurance Technology (insurtech). Tujuannya adalah memberikan kejelasan terkait bisnis ini mengingat belum adanya aturan khusus yang mengaturnya.

Pembenahan Industri Asuransi Menjadi Prioritas

Selanjutnya, OJK juga tengah melakukan proses revisi atau penyempurnaan regulasi, mengingat aturan yang berlaku saat ini sudah berumur 15 tahun. Ahmad menyatakan bahwa pihaknya sudah berkomunikasi dengan asosiasi untuk membahas potensi-potensi perbaikan tersebut.

“Proses ini sudah mencapai tahap akhir, dan diharapkan dalam waktu dekat aturan yang diperbarui dapat diterbitkan,” ujar Ahmad.

Urgensi Terbentuknya Lembaga Penjamin Polis

 

Salah satu kebutuhan mendesak dalam industri asuransi saat ini adalah terbentuknya Lembaga Penjamin Polis (LPP). Pembentukan lembaga ini sudah diamanatkan oleh UU No. 40 tahun 2014.

Irvan menilai bahwa pembentukan LPP mengalami hambatan yang signifikan. Ia menyebut bahwa biaya pendirian awal menjadi salah satu kendala utama yang menghambat pembentukan lembaga ini.

“Masalah utama terletak pada perdebatan tentang siapa yang seharusnya bertanggung jawab untuk biaya pendirian, terutama karena pelaku industri asuransi sudah dikenakan iuran oleh OJK,” ujar Irvan.

Meski demikian, Irvan juga mencermati adanya kekhawatiran terkait potensi dampak jika LPP akhirnya terbentuk. Menurutnya, ada potensi bahwa lembaga ini dapat membuat perusahaan asuransi kurang berhati-hati dalam menjalankan bisnisnya karena merasa sudah ada lembaga yang memberikan perlindungan.

Sementara itu, kehadiran LPP dinantikan oleh pelaku industri seperti BNI Life. Direktur Keuangan BNI Life, Eben Eser Nainggolan, menyatakan bahwa LPP diperlukan sebagai upaya untuk melindungi nasabah, dengan fungsi yang mirip dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di sektor perbankan.

“Harapan kami adalah lembaga ini dapat membuat industri perasuransian beroperasi secara sehat dan memberikan kepercayaan kepada masyarakat terhadap asuransi, sehingga mendorong minat masyarakat untuk membeli asuransi,” ungkap Eben.

Sebagai informasi tambahan, pada tahun mendatang, BNI Life menargetkan pendapatan premi sebesar Rp 5,1 triliun, dengan pertumbuhan sebesar 17% dari target premi tahun 2021. Eben menyatakan bahwa perusahaan akan tetap fokus pada penjualan produk unit link dan produk premi reguler yang menguntungkan.

Kesimpulan

Industri asuransi Indonesia berada di persimpangan jalan yang menuntut pembenahan mendalam. Dalam upaya memperbaiki bisnis asuransi jiwa, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mengkaji revisi regulasi yang telah berusia 15 tahun. Dialog aktif dengan asosiasi menjadi langkah awal untuk merumuskan perbaikan yang memadai.

Kondisi mendesak terletak pada perlunya terbentuknya Lembaga Penjamin Polis (LPP), yang telah diamanatkan oleh UU No. 40 tahun 2014. Namun, hambatan biaya pendirian dan perdebatan terkait tanggung jawab pembiayaannya menjadi tantangan signifikan. Pengamat asuransi, Irvan Rahardjo, mencatat bahwa LPP, jika terwujud, harus diarahkan untuk melindungi nasabah tanpa mengorbankan kewaspadaan perusahaan asuransi.

Dalam pandangan positif, Direktur Keuangan BNI Life, Eben Eser Nainggolan, menyambut baik kehadiran LPP sebagai langkah krusial untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap asuransi. Tantangan utama tak hanya terletak pada pembentukan LPP, tetapi juga pada pemulihan kepercayaan masyarakat yang terguncang oleh beberapa kasus besar, seperti Jiwasraya.

 

Seiring dengan reformasi regulasi, terciptanya LPP dapat menjadi katalisator dalam membangun industri asuransi yang sehat dan terpercaya. Harapan adalah agar langkah-langkah ini tidak hanya mendongkrak pertumbuhan premi, tetapi juga menginspirasi minat masyarakat untuk melibatkan diri dalam asuransi, membentuk fondasi yang kokoh untuk masa depan industri ini.

Artikel ini adalah bagian dari buku “BANGKITNYA ASURANSI KAMI” dengan pembicara utama Profesor Muhammad Eddi Purnawan, Anggota Dewan Pengawas OJK. Februari 2024. ISBN, Penerbit IPB Press.

Harga buku ini Rp 155.000 dan bisa dipesan melalui ligasuransi.com.